Rabu, 31 Desember 2008

Anarki Kerakyatan

“Dibalik setiap senyuman terdapat itikad buruk”

Selalu terlintas dalam benakku pemikiran yang cukup menggoyahkan. Rakyat Indonesia selama ini dikenal sebagai rakyat yang ramah dalam tindak dan murah senyum. Pandangan ini masih dijaga oleh sebagian wisatawan asing yang pernah berjalan ke Negara Republik Indonesia.
Namun jelas bagi kita pribumi sejati, senyuman seorang WNI senantiasa menandakan suatu itikad buruk. Bangsa Indonesia adalah serigala bagi orang Indonesia lainnya. Pandangan ini dapat dibuktikan dengan mudah melalui kehidupan keseharian. Berbagai bentuk kriminaliats ringan terjadi disekitar kita dan dipersepsikan sebagai suatu hal yang lumrah.
Pemalakkan, premanisme, dan berbagai bentuk kekerasan dijadikan kebiasaan yang hakiki dari kehidupan bangsa Indonesia. Bilamana ada yang berpendapat beda dapat dipatahkan melalui pemaparan pemecahan konflik dalam kehidupan keseharian.
Seorang yang akibat satu dan lain hal berada dalam konflik keperdataan dengan orang lain, tentu akan menyelesaikan permasalahan melalui jalur kekerasan.
Pernah terjadi suatu ketika, penulis melihat seorang wanita pengendara mobil dihadang oelh empat orang pengemudi motor. Padahal yang bermasalah hanya satu orang pengendar motor. Si wanita yang berada dalam keadaan ketakutan dipaksa keluar oleh pengemudi motor dengan kekerasan. Sedangkan pengemudi motor lainnya hanya menunggu kesempatan memanfaatkan situasi.
Patut diperhatikan dalam cerita diatas bahwa ini bukan tindak criminal melainkan proses penyelesaian sengketa yang wajar dan biasa dalam masyarakat anarki Indonesia. Jargon, kejahatan ada karena ada kesempatan sebenarnya kurang tepat. Versi yang tepat ialah kesempatan melakukan kejahatan diciptakan oleh masyarakat anarki Indonesia.
Pada kejadian diatas pernah terjadi suatu variasi dimana pihak yang bermasalah bukanlah seorang wanita melainkan seorang pengemudi mobil berstatus militer. Sebelum masyarakat anarki Indonesia mengetahui bahwa pihak pengendar mobil berstatus militer , mereka bersiap mencuri kesempatan melakukan tindakan “Indonesia” yakni merampok dengan hormat dan bermartabat pengendara mobil. Hanya saja, pihak pengendara mobil adalah militer sehingga rakyat anarki Indonesia memilih menyerahkan semuanya kepada si pengendara motor.
Jiwa pengecut, khianat, brutal, munafik, korup dan anarkis sudah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia sejak manusia menyentuh bumi nusantara. Para penjajah colonial turut mengakui corak kebangsaan tersebut dan bahkan berhasil menjadikan ini kekuatan dalam melakukan penjajahan.
Walhasil, Indonesia tiada pernah dijajah Belanda melainkan diajajh oleh para pengausa local yang melihat “kesempatan” dalam kolaborasi. Oportunis tepat dalam mengambarkan sifat tersebut.
Lantas darimanakah datang semua upaya memuliakan bangsa Indoensia yang pada hakikatnya brutal, sadis, munafik, khianat dan korup ??
Semuanya merupakan bagian dari propaganda pemerintah yang tak memiliki dasar. Sifat khianat, enggan bertanggung jawab diangkat menjadi budaya “kekeluargaan”. Budaya kompromistis menjadi budaya “toleran” dan “pengertian”. Sungguh kita adalah bangsa yang takut dengan kenyataan.
Langkah keluar dari keadaan ini adalah dengan menerima “kebangsatan” bangsa kita dan menyesuaikan system kita dengan budaya tersebut : budaya masyarakay anarki Indonesia. Sistem anarki harus didirikan dan keadilan anarki harus ditegakkan.

Tidak ada komentar: