Minggu, 27 Februari 2011

ANARKI MELANDA AFRIKA UTARA DAN DUNIA ARAB




Api revolusi bermula dari keputusasaan, ketidakmampuan seorang mahasiswa yang meskipun telah dengan susah payah menempuh tangga akademika untuk memperoleh sebuah tempat dalam sistem masyarakat. Langkah awalnya dimulai dengan upaya marhaenis untuk merubah nasib dengan cara berjualan buah-buahan di jalan sebagai langkah terakhir untuk membuat hidupnya berarti dihadapan sistem (Le systeme). Namun apa daya, birokrasi sistem yang mengekor pada sifat negara yang absolut, dingin dan tanpa perasaan menghalangi dia untuk memberikan penghidupan bagi keluargannya walau hanya sebagai pedangang buah Marhaen. Kaki tangan otorita negara meluluhlantahkan dagangannya dengan dalil tidak ber izin dari otorita dingin bernama negara Tunisia. Tertekan oleh eksistensi, terbunuh hatinya oleh ketakutan akan kehidupan dan sistem otoriter, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, sumber dari kesadaran dan penderitaan dengan membakar dirinya.
Api yang meresep kedalam daging dan sum-sum tulangnya membawa rasa sakit yang mendalam dan hanya bisa di-ekspresikan melalui teriakan dan jeritan. Lengkaplah penderitaan jiwa dan raga dihadapan sang penindas : negara. Manusia disekitarnya, dalam satu teritori dengannya tertular dagingnya oleh rasa sakit sang mahasiswa. Pemuda penganguran lainnya tertusuk nalarnya : “perlukah mereka melakukan bakar diri massal ?”. Rasa sakit seorang manusia marhaen melahirkan penderitaan pada seluruh komponen masyarakat. Sekrup-sekrup kapitalis mulai usang, ujung tombak penguasa tidak lagi merefelksikan rasa takut. Bayangan api membakar diri setiap orang, bayangan masa depan tanpa harapan menghantui setiap individu. Dalam gerakan massa umum, masyarakat terkungkung oleh negara (Warga negara) mematahkan besi-besi yang membelenggu mereka. Tanpa gentar terhadap peluru dan pentungan massa organik bergerak menurunkan pemimpin diatas struktur illusif bernama negara. Kesadaran individu menjadi kesadaran umum, setiap individu menjadi satu, mengetahui bahwa dengan bergerak bersama maka semua sistem dapat diruntuhkan. Kaki tangan sistem hanya segelintir, meskipun bersenjata mereka tak akan mampu hidup tanpa kaum marhaen, tanpa kaum marjinal, tanpa mahasiswa yang kelak akan menajdi skrup-skrup sistem pelayan kapitalisme internasional. Dari satu hati perlahan seluruh Tunisia bergerak meruntuhkan otoritas dan berhasil-lah mereka. Ben Ali kabur bak buronan. Beberapa lama kemudian, massa Mesir melakukan hal yang sama dan berhasil pula. Kini keseluruhan jazirah Arab dan Afrika Utara menyadari bahwa kekuasaan segelintir atas semua harus dihentikan dan dimusnahkan. Manusia itu bebas, segala konstruksi reotoris seperti negara, bangsa dan hukum hanya mengungkung dan memperbudak. Masyarakat Arab kini menyadari bahwa musuh utama mereka adalah return to status quo dan kembali menjadi komponen dari sistem. Kesadaran inilah inti dari Anarkindo, karena bangsa Indonesia sudah mengenal anarki jauh sebelum menegnal negara. Saatnya menghidupkan kembali Anarkindo dan sambut sebuah dunia tanpa penguasa !!! Salam Revolusi !!!