Jumat, 16 Januari 2009

Invasi Negara Israel

Penyerbuan disertai pengeboman yang dilakuakn pasukan Israel di Palestina banyak medapat tanggapan dari berbagai pihak. Sikap bangsa Indonesia secara luas turut terbagi. Pandangan negara sendiri klasik dan cenderung cliche : mengecam dan mengusahakan upaya damai. Di sisi lain, rakyat yang mayoritas berasal dari elemen masyarakat pro-Islam mengecam keras dan menyarankan dikirimnya pasukan Jihad atau setidaknya pasukan penjaga perdamaian.
Dari sudut pandang masyarakat anarki Indonesia atau anarkindo, serbuan NEGARA Israel menajdi masalah sosio=politik ketimpang agama semata. Kedua wilayah tersebut menghendaki sebuah identitas nasional, Palestina ingin menjadi negara a part entiere dan begitu pula Israel.
Lantas terjadilah pertempuran dan operasi militer dari kedua pihak. Israel melakukan penyerbuan yang seolah membabi-buta. Padahal bila direnungkan kembali, Israel adalah negara dengan badan intelijen nomor wahid dalam sejarah manusia. Setiap serangan pasti mengandung maksud dan tujuan,
Serangan terhadap gudang penyimpanan makanan contohnya, tiada merupakan kehilafan melainkan bagian dari taktik. Seperti dikemukakan berbagai pengamat politik Internasional. Israel menghendaki runtuhnya HAMAS untuk selamanya dan cara terbaik ialah dengan melalakukan "genosida" yang signifikan. Membunuh ketika mereka masih muda lebih baik menurut strategis Israel, alhasil Ibu-ibu dan anak-anak menjadi target prioritas dalam agenda perang Israel. Penyerangan kator PBB dilakukan sebagai trik psikologis untuk menunjukkan bahwa tiada tempat yang aman di tanah Gazza.
Secara makro, Israel menginginkan sebuah bangsa Palestina yang runtuh dan hancur untuk beberapa tahun kedepan sembari menunggu berkembangnya negara Israel.
Disinilah muncul pemikiran pro-anarki. Negara memiliki hakikat dasar yakni kekuasaan. Dalam hal ini masing-masing bangsa berusaha menegakkan sebuah kekuasaan negara dalam wilayah yang mereka duduki masing-masing. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa perang terjadi karena negara dan inilah yang terjadi dengan Israel-Palestina.
Maka solusi terhadap perang tanpa akhir di Timur Tengah secara khusus ialah pembubaran paksa negara ISRAEL dan PALESTINA, dan secara umum negara-negara di dunia. Adapun yang sebaiknya diperbolehkan adalah pusat ibadah dalam hal ini kekhilafan islam bagi dunia Islam dan Vatikan bagi dunia kristen, serta Tibet untuk Budha. Pusat keagamaan tentunya tidak memiliki kekuasaan layaknya negara mealinkan hanya bersifat membangun sepertinya layaknya PBB sekarang. Dunia tanpa negara adalah dunia tanpa perang.